“Omongan-omongan Sampah"

Laporan Diskusi Sampah di Klenthing
By : Fredi Ardita Firmansyah
A : Reuse artinya menggunakan kembali. Kegiatan penggunaan kembali secara langsung tanpa mengubah bentuk asli, baik untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain.
B : “Kalo botol air mineral bekas, terus diguntingi sedemikian rupa dan dibentuk menjadi lentera, itu apa?”
A : Itu sudah termasuk recycle atau daur-ulang.
B : “Bukannya kalo daur-ulang itu sudah mengalami proses pendauran atau peleburan, kemudian dibentuk kembali sedemikian rupa menjadi barang yang sama atau juga bentuk yang lain.”
A : Penggunaan kembali atau reuse itu tidak mengubah bentuk barang atau memodifikasinya, melainkan digunakan secara langsung, baik untuk fungsi yang sama ataupun untuk fungsi yang lain.
C : “Saya rasa tidak..., dari istilah Daur-Ulang tampak jelas bahwa benda mengalami proses pendauran atau peleburan. Contoh proses daur-ulang atau recycle misalnya kertas yang dilebur kembali dan dijadikan Kertas Daur-Ulang atau benda lain yang berasal dari bubur kertas. Contoh lainnya, botol plastik air mineral yang dilebur kemudian dijadikan botol plastik lagi.”
A : “Kalo dari buku ini, yakni buku yang diterbitkan oleh departemen Lingkungan Hidup, bahwa reuse adalah penggunaan kembali secara langsung tanpa mengubah bentuk asli atau memodifikasi, baik untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lain. Contohnya botol plastik (air mineral) bekas digunakan kembali sebagai tempat minum dengan cara diisi air lagi. Botol plastik bekas digunakan sebagai vas bunga. Jadi, intinya adalah digunakan secara langsung tanpa mengubah atau memodifikasi suatu benda.”
Itulah sepenggal dialog dalam diskusi “Pernak-pernik Sampah” yang diselenggarakan oleh Kelompok Pecinta Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan (KLENTHING) pada Rabu, 07 Mei 2008. Diskusi ini merupakan diskusi internal (khusus anggota Klenthing) yang diadakan sebulan sekali sebagai peningkatan pemahaman anggota atas suatu hal. Dalam diskusi ini, Klenthing mengundang Rahmat Subiyakto (dengan sapaan akrabnya: Melir) sebagai pemateri. Ia merupakan seorang aktifis Hijau GPL (Gerakan Peduli Lingkungan).
Diskusi yang dimulai pukul 11.00 WIB hingga pukul 12.30 WIB terbagi menjadi dua sesi. Pertama, membahas tentang definisi sampah menurut undang-undang (konsesi legal/formal) dan definisi menurut kalangan penggiat cinta lingkungan. Kedua, setelah membahas definisi sampah, selanjutnya adalah membahas tentang prinsip dasar pengelolaan sampah, yakni 3R, Reduce (pengurangan); Reuse (penggunaan kembali); dan Recycle (daur-ulang).
Mas Melir menyampaikan, bahwa sampah bukanlah suatu permasalahan. Yang menjadikan sampah sebagai suatu permasalahan adalah perilaku manusianya, bukan sampahnya. Misalnya, dalam hal pengelolaan sampah yang tidak terencana. Sampah timbul dan menjadi masalah, karena paradigma masyarakat pada umumnya menganggap, sampah adalah sesuatu yang berkonotasi negatif dan tidak mempunyai nilai guna atau bahkan dianggap merugikan. Hal ini terlihat dari slogan tentang anjuran “Buanglah sampah pada tempatnya”. Konotasi dari anjuran itu seakan-akan sampah haruslah dijauhi.
Dari anggapan negatif tentang sampah, ada salah satu ilustrasi, bahwa sampah adalah hal yang negatif sehingga membuat perilaku masyarakat untuk “menjauhi sampah”. Dalam anggapan umum, sampah didefinisikan sebagai suatu barang sisa atau bekas dan tidak bisa dipakai lagi. Berangkat dari asumsi ini, menjadi titik tolak gerakan peduli lingkungan untuk mengubah paradigma pemahaman tentang sampah. Gerakan peduli lingkungan dewasa ini menawarkan pemahaman, bahwa sampah adalah sesuatu yang bisa dimanfaatkan lagi dengan cara dikelola terlebih dahulu. Sehingga munculan slogan yang terbaru, yakni “Taruhlah sampah pada tempatnya”.
Mas Melir mengungkapkan bahwa sampah didefinisikan berdasarkan tujuan yang akan kita lakukan.
“Definisi tentang sampah masih banyak perdebatan. Untuk mendefinisikan sampah kita harus melihatnya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya masing-masing. Jika dilihat dari kegiatan non formal, definisi ditentukan dari kepentingannya. Sampah itu adalah proses alami yang bisa digunakan lagi.”
Ada hal yang perlu digaris bawahi, pemahaman tentang sampah tidak bisa dipaksakan secara kaku terhadap subyek pelaku pengelolaan. Kita sebagai fasilitator, harus melihat kondisi sosial dan kepentingan serta tujuan kita dalam mengelola sampah. Intinya adalah melakukan pemetaaan dan melihat lokalitas masyarakat dalam melakukan pemetaan tentang jenis dan jumlah sampah yang dibuang pada suatu daerah.
Setelah mendefiniskan sampah, diskusi selanjutnya adalah tentang pengelolaan sampah. Secara garis besar, sampah dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu organik, non organik, dan B3.
1. Organik, berasal dari hewan dan tumbuhan, yang mudah terurai tanpa campur tangan manusia dan tidak membahayakan manusia.
2. Non organik
Barang-barang yang tidak mudah terurai dan membuat fungsi tanah berubah. Ini yang memungkinkan untuk bisa dipakai lagi. Sampah non organik terkadang disebut sampah anorganik. Meskipun dalam pengartian dan definisi kata yang ketat dapat menimbulkan perbedaan arti, tetapi secara prinsipil sama.
3. Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), misalnya baterai bekas, aki, logam kecil seperti jarum, barang-barang rumah sakit, dll. Klasifikasi sampah jenis ini ditekankan pada proses yang bersifat kimia.
Catatan:
Sampah kertas masuk dalam kategori non organik karena meskipun kertas berasal dari pohon (organik) tetapi kertas sudah melalui proses kimia lebih lanjut, sehingga dimasukkan dalam kategori non organik (tidak mudah terurai).
Dalam pengelolaan sampah secara umum, memakai prinsip 3R (Reduce, Reuse, dan Recylce), atau jika ditransliterasikan ke dalam Bahasa Indonesia adalah Kurangi; Pakai kembali; dan Daur-ulang. Penjelasan Prinsip 3R adalah sebagai berikut (merujuk pada konsesi umum hukum formal):
  1. Reduce, mengurangi segala sesuatu yang menimbulkan sampah. Lebih kepada tindakan untuk mengurangi atau tidak menggunakan.
  2. Reuse artinya menggunakan kembali. Kegiatan penggunaan kembali secara langsung baik untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain.
  3. Recycle, memanfaatkan kembali setelah proses pengolahan lebih lanjut, bisa berbeda bentuk ataupun fungsi.

Tidak ada komentar: